Mengenal LGBT Dari Pakar Kejiwaan

Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) tengah hangat dibicarakan dalam satu bulan terahir. Meski telah ada sejak zaman para nabi, namun nampaknya masyarakat terkaget-kaget dengan keberadaan kelompok LGBT ini.

dr. Teddy Hidayat, Dokter Konsultan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin (RSHS) mengatakan, kelompok LGBT di Amerika Serikat perbandingannya adalah satu banding 10. Diantara 10 laki-laki ada satu orang yang merupakan LGBT.

“Jadi 10 persennya adalah LGBT,” kata dr. Teddy.

Namun katanya, berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, kelompok LGBT yang benar-benar ekslusif hanya 3,3 persen. Ekslusif yang dimaksud adalah orang-orang yang memang homoseksual atau homoseksual identity.

dr. Teddy sendiri membedakan antara kelompok LGB dan kelompok transgender. Ia menganggap transgender masuk pada kelompok yang sama dengan intersex.

Ia mengatakan, kelompok LGB perlu dibagi dua yaitu homoseksual identity dan perilaku homoseksual.

“Homoseksual identity memang seorang homoseksual dan tertarik hanya yang sejenis dan perilaku homoseksual yang mungkin banyak orang heteroseksual karena lifestyle, uang, kondisi lingkungan,” ujarnya.

Menurutnya, prilaku homoseksual ini biasanya dipengaruhi reward system. Jika seseorang mendapat sesuatu kenikmatan maka akan mengulang, manusia sepeti itu.

“Ketika remaja seseorang dirangsang secara seksualnya, kemungkinan ia akan mengulang, karena otak bagian hipotalamus yang mengandung dopamin terpengaruh.  Sama halnya ketika hubungan seks, dopamin naik karena mendapat perasaan nikmat maka akan mengulang, bisa dibilang sex addict,” kata dr. Teddy.

Jadi apakah prilaku homoseksual bisa menular? Jawabannya ya, dalam arti menular secara prilaku. Prilaku homoseksual bisa berasal dari lingkungan.

Sementara itu untuk homoseksual identity masih terdapat berbagai teori terkait penyebabnya yaitu bisa dari faktor biologis, faktor psikologis, faktor hormonal, teori pengalaman seksual dan lainnya.

“Ada beberapa jenisnya tapi saya mempercayai faktor biologis yang dominan dibanding yang lain, seperti ada kelainan di bagian hipotalamus pada otak,” ujarnya.

dr. Teddy menegaskan, LGB bukanlah suatu penyakit atau gangguan jiwa. Karena mereka bisa dianggap gangguan jiwa bila keadaan mereka stress, atau menderita, baik menderita secara pribadi, lingkungan hingga terganggunya fungsi pekerjaan maupun sosial.

“Jika orang LGB tidak menderita, tidak menggangu fungsi kerja, dan tidak mengalami disfungsi sosial maka secara psikopatologi tidak bisa dinamakan penyakit,” ungkap dr. Teddy.

dr. Teddy menjelaskan, dalam menentukan gangguan jiwa di Indonesia menggunakan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III yang dikeluarkan pada 1993. Dalam pedoman tersebut ada homoseksual yang dianggap penyakit yaitu homoseksual ego-dystonic. Homo seksual jenis ini dianggap penyakit karena merupakan homoseksual yang menderita dengan keadaannya.

“Jika tidak menderita, bukan suatu penyakit, kecuali yang ego-dystonic. Namun selama kami praktk tidak pernah menemukan kategori homoseksual ego-dystonic ini,” ungkap dr. Teddy.

[Sumber]
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama