Mahasiswa ITB Ungkap Realita Pendidikan di Papua yang Memprihatinkan


Kondisi dan mutu pendidikan di wilayah Papua dan Papua Barat masih jauh dari kata memadai. Dalam hal ini, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam UKM Unit Kebudayaan Irian (UKIR) menggelar diskusi untuk mengungkap realita pendidikan di sana.

Pembicara pertama, yakni Staf Ahli Menteri (SAM) Pendidikan dan Kebudayaan bidang Hubungan Pusat dan Daerah, James Modouw mengungkapkan, fasilitas pendidikan di Papua tidak merata. Akibatnya, ada beberapa sekolah yang mengalami krisis guru.

"Jika kita lihat data jumlah guru yang ada di tanah Papua, sebetulnya Papua bukan kekurangan guru, tapi persebaran guru itulah yang tidak merata, ada daerah yang memiliki sejumlah guru dan di sisi lain ada wilayah yang tidak punya guru sama sekali," tuturnya dinukil dari laman ITB, Senin (27/2/2017).

Mirisnya lagi, masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan tingkat SD hanya mencapai 56,5 persen. Kemudian tingkat SMP baru 41,6 persen dan tingkat SMA hanya sebanyak 37,7 persen.

"Sisanya tidak dapat mengenyam pendidikan sama sekali. Oleh karena itu, sebetulnya yang kita butuhkan itu bukan jumlah yang banyak, tapi pengorganisasian yang baik supaya fasilitas yang disediakan dapat merata bagi semua wilayah dan masyarakat," paparnya.

Pengalaman serupa dialami oleh praktisi dan relawan pendidikan dari SM3T, Reri Saputra. Memiliki pengalaman mengajar di daerah Pyramid, Jaya Wijaya, dia menemukan kenyataan bahwa anak hampir tak sekolah selama tiga bulan.

"Alasannya karena satu-satunya guru mereka sedang cuti hamil dan tidak ada guru pengganti," sebutnya.

Sejak kejadian itu, Reri kembali mengumpulkan anak-anak untuk kembali bersekolah dengan cara mengelompokkan mereka berdasarkan tingkat kemampuan baca dan hitung. Bahkan, imbuh dia, awalnya siswa-siswinya tersebut tidak memiliki seragam.

"Dari yang awalnya saya hanya memiliki 20 murid, ketika naik kelas murid saya sudah mencapai 149 anak yang berasal dari sekolah-sekolah sebelah. Mereka pindah ke sekolah saya karena tidak ada guru yang mengajar di sekolah mereka," terangnya.

Reri akhirnya mendapat bantuan mengajar dari beberapa orang dewasa di daerah setempat. Berdasarkan pengalaman itu, dia sadar bahwa melalui pengelolaan yang baik dan kemauan untuk bergerak melakukan perubahan, pendidikan di Papua dan daerah tertinggal lainnya akan keluar dari keterbelakangan.

Sumber: Okezone.com
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama